BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Arus globalisasi yang sedang melanda seluruh penjuru dunia terutama Indonesia, telah memberikan banyak perubahan terhadap kehidupan masyarakat. Globalisasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran unsur – unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak maupun elektronik. Globalisasi yang memiliki dua sisi mata uang (positif dan negatif) juga menjadi penyebab infiltrasi budaya tidak terbendung. Budaya – budaya sedemikian cepat dan mudah saling bertukar tempat dan saling memengaruhi satu sama lain. Termasuk budaya hidup barat yang liberal dan bebas merasuki budaya ketimuran yang lebih cenderung teratur dan terpelihara oleh nilai – nilai agama. Dampak negatif dari arus globalisasi yang terlihat miris adalah perubahan yang cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak, sehingga menimbulkan sejumlah permasalahan kompleks melanda negeri ini akibat moral. Dapat di contohkan mulai dari hal kecil seperti anak – anak sekolah yang membolos pada jam pelajaran sampai dengan korupsi. Selain itu terdapat pula tindakan – tindakan kriminal yang setiap hari biasa kita lihat. Hal ini membuktikan bahwa krisis moral telah dan sedang melanda bangsa ini.
Baik media cetak maupun elektronik, yang biasa kita baca dan saksikan setiap hari, semuanya menyajikan bacaan dan tontonan yang tak jarang kurang memperhatikan moralitas, sopan santun, dan etika. Sehingga secara langsung para pembaca dan pemirsa dapat terpengaruh moral dan tingkah lakunya. Terutama bila para pembaca dan pemirsa tersebut adalah remaja (pelajar) yang belum memilki bekal pengetahuan agama yang kuat. Tidak hanya itu saja, dari segi ilmu pengetahuan kita memang memperoleh banyak manfaat dari era globalisasi ini. Namun, dari segi kebudayaan, kita lebih mendapatkan banyak pengaruh negatif. Jika dilihat dari segi sistem pendidikan yang ada di Indonesia, sistem pendidikan kita selama ini masih lebih menitikberatkan dan menjejalkan pada penguasaan kognitif akademis. Sementara afektif dan psikomotorik seolah – olah di nomor duakan. Sehingga yang terjadi adalah terbentuknya pribadi yang miskin tata krama, sopan santun, dan etika moral.
Akhir – akhir ini makin sering diperbincangkan masalah etika dan moral dalam bisnis. Hal ini disebabkan oleh persaingan bisnis yang ketat dalam mekanisme pasar bebas. Adanya persaingan ini membuat pelaku bisnis sering menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika atau tidak. Banyak kasus tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh para profesional, misalnya kasus manipulasi dan korupsi di negara tercinta ini dilingkungan korporasi, anggota dewan, fiskus, sampai penegak hukum. Kasus Enron, Corp yang merupakan perusahaan energi terbesar di Amerika yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar, karena kesalahan strategi dan terjadi manipulasi. Dengan kasus tersebut maka diperlukan tenaga – tenaga profesional yang tangguh dalam menghadapi tantangan dengan mempunyai keahlian, ketrampilan, dan komitmen moral. Tenaga profesional diharapkan akan mempunyai sikap etis yaitu disiplin, loyalitas, jujur, tanggungjawab dalam pengambilan keputusan di bidang pekerjaannya.
Akuntan sebagai suatu profesi dituntut untuk mengikuti perkembangan dunia yang semakin global. Profesi akuntan Indonesia di masa yang akan datang menghadapi tantangan yang semakin berat, terutama jika dikaitkan dengan berlakunya kesepakatan internasional mengenai pasar bebas. Profesi akuntan Indonesia harus menanggapi tantangan tersebut secara kritis khususnya mengenai keterbukaan pasar jasa yang berarti akan memberi peluang yang besar sekaligus memberikan tantangan yang semakin berat. Kantor akuntan Indonesia dapat memperluas jaringan operasinya dengan mendirikan kantor cabang di luar negeri, dimana hal tersebut tentunya merupakan peluang yang sangat menguntungkan. Tantangan yang muncul adalah masuknya kantor – kantor akuntan asing ke Indonesia yang tentunya mengancam eksistensi profesi akuntan indonesia.
Kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan untuk menghadapi tantangan yang muncul akibat pasar bebas tersebut. Profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi tersebut, yaitu keahlian (skill), karakter (character), dan pengetahuan (knowledge). Karakter menunjukkan personality seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan profesinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Bagi profesi akuntan di Indonesia mengenai hal tersebut, bersama – sama dengan kemampuan profesionalnya yang lain akan menentukan keberadaannya dalam peta persingan diantara rekan seprofesi dari negara lain.
Belakangan ini, etika akuntan telah menjadi issue yang banyak didiskusikan dan dikaji secara ilmiah. Di Indonesia, issue ini berkembang seiring dengan telah terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern maupun akuntan pemerintah. Pelanggaran etika oleh akuntan publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut norma pemeriksaan akuntan atau Standar Profesional Akuntan (SPAP). Pelanggaran etika oleh akuntan intern misalnya dapat berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukkan kinerja keuangan agar tampak lebih baik dari yang sebenarnya. Sedangkan pelangaran etika yang dilakukan oleh akuntan pemerintah misalnya dapat berupa pelaksanaan tugas pemeriksaan yang tidak semestinya karena didapatkan insentif tambahan dalam jumlah tertentu dari pihak yang laporan keuangannya diperiksa.
Berbagai pelanggaran etika tersebut seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan kemauan untuk menerapkan nilai – nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Lebih dari itu, akuntan dalam melaksanakan pekerjaannya seharusnya selalu mengedepankan sikap dan tindakan yang mencerminkan profesionalisme, dimana hal ini telah diintrodusir dalam pedoman atau standar kerjanya.
Akuntan sebagai suatu profesi memiliki seperangkat kode etik tersendiri, yaitu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sejak tahun 1973 telah mengesahkan Kode Etik Akuntan Indonesia, yang telah mengalami revisi pada tahun 1986 dan terakhir pada tahun 1998. Salah satu prinsip dalam Kode Etik Akuntan Indonesia menyebutkan bahwa setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya yang bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan. Salah satu penyebab penurunan praktik etika yang terjadi di masyarakat bisnis kita khususnya profesi akuntan dikarenakan sistem pendidikan akuntansi yang sedang berlangsung sekarang ini hanya mengajarkan materi etika dalam intensitas yang sangat sedikit.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
- Apakah yang dimaksud dengan moral dan etika?
- Bagaimana pandangan ilmu akuntansi dalam perspektif etika?
- Bagaimanakah filsafat moral dan etika menurut Kartian dan Marxian?
- Bagaimana keberadaan agama dalam akuntansi?
- Bagaimana penelitian moral dan etika dalam akuntansi?
BAB II
PEMBAHASAN
- Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal – hal yang sesuai dengan ide – ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal – hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Dengan demikian, pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut :
- Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan – perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
- Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk.
- Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya
Moral terbagi atas 2 macam yaitu :
- Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia sebagai suatu penjelmaan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
- Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran berbagai ajaran filosofis, agama, adat yang menguasai manusia.
Moral merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari – hari ditengah – tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga dan yang terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan. Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena melanggar nilai – nilai dan norma – norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Pluralisme moral terjadi karena :
- Pandangan moral yang berbeda – beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan.
- Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional.
- Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan yang masing – masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah – petuah, nasihat, wejangan, peraturan, dan semacamnya, yang diwariskan secara turun – temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar benar – benar menjadi manusia yang baik. Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku – perilaku yang tidak baik. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.
Moraliltas diklasifikasikan atas beberapa golongan yaitu :
- Moralitas objektif
Moralitas objektif adalah moralitas yang diterapkan pada perbuatan sebagai perbuatan, terlepas dari modifikasi kehendak pelakunya. Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa adanya. Jadi perbuatan itu mungkin baik atau buruk, mungkin benar atau salah terlepas dari berbagai modifikasi kehendak bebas yang dimiliki oleh setiap pelakunya. Contoh, membunuh merupakan perbuatan tidak baik.
- Moralitas subjektif
Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia tidak sebagaimana adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor pelakunya, seperti stabilitas emosional, latar belakang, pengetahuan, training, serta perilaku personal lainnya. Moralitas sebjektif merupakan fakta pengalaman bahwa kesadaran manusia (suara hatinya) menyetujui atau melarang apa yang diperbuat manusia.
- Moralitas intrinsik
Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya terlepas tidak bergantung dari pengaruh hukum positif, contohnya berilah kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal tersebut pada dasarnya sudah merupakan kewajiban. Meskipun kemudian diatur dalam hukum positif, tidaklah memberikan akibat yang signifikan.
- Moralitas ekstrinsik
Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya bergantung dari pengaruh hukum positif. Hukum positif dijadikan patokan dalam menentukan kebolehan dan larangan atas suatu perbuatan.
- Moralitas reflektif
Moralitas reflektif merupakan moralitas yang dilihat dari sudut tahap perkembangan moral, dimana manusia merumuskan pertimbangan – pertimbangan moralnya atas dasar evaluasi reflektif terhadap prinsip – prinsip moral yang ada dan atas dasar pembahasan yang cermat terhadap fakta moral dalam hidup manusia.
Prinsip – prinsip dasar moral terdiri dari :
- Prinsip sikap baik
Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia. Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Artinya, bukan semata – mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya. Prinsip sikap baik mendasari semua norma moral, karena hanya atas dasar prinsip itu, maka akan masuk akal bahwa kita harus bersikap adil, atau jujur, atau setia kepada orang lain.
- Prinsip keadilan
Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda – benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih. Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi. Adil pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuantujuan, termasuk hal yang baik, dengan melanggar hak seseorang.
- Prinsip hormat terhadap diri sendiri
Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi. Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap yang menghormati diri kita sendiri sebagai mahluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbaik kepada orang lain dan bertekad untuk bersikap adil, tetapi tidak dengan membuang diri.
Sikap – sikap kepribadian moral yang kuat terdiri atas :
- Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tanpa kejujuran, keutamaan – keutamaan moral lainnya kehilangan nilai mereka. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan sering beracun. Hal yang sama berlaku bagi sikap tenggang rasa dan mawas diri, tanpa kejujuran dua sikap itu tidak lebih dari sikap berhati – hati dengan tujuan untuk tidak ketahuan maksud yang sebenarnya.
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua hal yaitu sikap terbuka dan bersikap fair. Terbuka berarti orang boleh tahu, siapa kita ini. Dengan terbuka tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Kita berhak atas batin kita. Melainkan yang dimaksud adalah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita dan kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya. Terhadap orang lain, orang jujur bersikap wajar atau fair, ia memperlakukannya menurut standar – standar yang diharapkannya dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, selalu akan memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidakadilan dan kebohongan akan disobeknya.
Langkah awal untuk menerapkan sikap tersebut adalah dengan kita berhenti membohongi diri kita sendiri. Kita harus berani melihat diri seadanya. Kita harus berhenti main sandiwara, bukan hanya terhadap orang lain, melainkan terhadap kita sendiri. Kita perlu melawan kecondongan untuk berasionalisasi, menghindari show dan pembawaan berlebih – lebihan. Orang jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan minder dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain.
- Bertanggung jawab
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Kita merasa terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap itu tidak memberikan ruang pada pamrih kita. Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar masalah di mana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang harus kita didik, kita pelihara, kita selesaikan dengan baik, bahkan andaikata tidak ada orang yang perduli. Merasa bertanggung jawab berarti bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu diselesaikan sampai tuntas.
Kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, pertanggungjawaban atas tindakan – tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Jika ternyata lalai atau melakukan kesalahan, bersedia untuk dipersalahkan. Tidak pernah akan melemparkan tanggung jawab atas suatu kesalahan yang diperbuatnya kepada bawahan. Sebaliknya, sebagai atasan yang berhubungan dengan pihak luar, bersedia untuk mengaku dan bertanggung jawab atau suatu keteledoran, meskipun yang sebenarnya bertanggung jawab adalah seorang bawahan.
- Kemandirian moral
Keutamaan ketiga yang perlu kita capai apabila kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat adalah kemandirian moral. Kemandirian moral berarti bahwa kita pernah ikut – ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Jadi kita bukan bagaikan balon yang selalu mengikuti angin. Kita tidak sekedar mengikuti apa yang biasa. Kita tidak menyesuaikan pendirian kita dengan apa yang mudah, enak, kurang berbahaya. Baik itu faktor – faktor dari luar seperti lingkungan yang berpendapat lain, kita dipermalukan atau diancam, maupun faktor – faktor dari batin kita seperti perasaan malu, oportunis, malas, emosi, pertimbangan untung rugi, tidak dapat menyelewengkan kita dari apa yang menjadi pendirian kita.
Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Kekuatan untuk bagaimanapun juga tidak mau berkongkalikong dalam suatu urusan atau permainan yang kita sadari sebagai tidak jujur, korup atau melanggar keadilan. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa kita tidak pernah akan rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
- Keberanian moral
Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih lemah melawan yang kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan kekuatan – kekuatan yang ada kalau itu berarti mengkrompomikan kebenaran dan keadilan.
Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali berani mempertahankan sikap yang diyakini, akan merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang sering mengecewakannya, akan merasa lebih mandiri, akan memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak – pihak yang kuat dan berkuasa.
- Kerendahan hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga kekuatannya, tetapi tahu bahwa banyak hal yang dikagumi orang lain padanya bersifat kebetulan saja. Sadar bahwa kekuatannya dan juga kebaikannya terbatas. Tidak gugup atau sedih karena bukan seorang manusia super. Justru karena itu merasa kuat, tidak akan mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Tidak perlu takut bahwa kelemahannya ketahuan. sudah mengetahuinya dan tidak menyembunyikannya. Maka dia adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya.
Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasyarat kemurniannya. Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan bahwa kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis. Justru orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar apabila betul – betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.
- Realistis dan kritis
Sikap realistis tidak berarti bahwa kita menerima realitas begitu saja. Kita mempelajari keadaan dengan serealis – realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan tuntutan prinsip – prinsip dasar. Dengan kata lain, sikap realistis mesti berbarengan dengan sikap kritis. Tanggung jawab moral menuntut agar kita terus – menerus memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil, lebih sesuai dengan martabat manusia, dan supaya orang – orang dapat lebih bahagia. Prinsip – prinsip moral dasar adalah norma kritis yang kita letakkan pada keadaan.
Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan tanggung jawab kita kepada mereka. Penggunaan setiap wewenang harus sesuai dengan keadilan dan bertujuan untuk menciptakan syarat – syarat agar semakin banyak orang dapat lebih bahagia. Tak pernah martabat manusia boleh dikorbankan. Di luar tujuan itu wewenang mereka berhenti. Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu disaring dengan kritis. Peraturan – peraturan itu pernah bertujuan untuk menjamin keadilan dan mengarahkan hidup masyarakat kepada kebahagiaan. Tetapi apakah sekarang masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi alat untuk mempertahankan keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan.
Tanggung jawab moral yang nyata menuntut sikap realistis dan kritis. Pedomannya adalah untuk menjamin keadilan dan menciptakan suatu keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar dari anggota – anggota untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan dan lebih bahagia.
Seharusnya, moral dibutuhkan pada kehidupan masyarakat dalam bersosialisasi. Individu memandang individu atau kelompok lain berdasarkan moral. Mengenai perilaku, kesopanan, bersikap baik merupakan beberapa sikap dari moral yang dipandang masyarakat. Moral dapat memandang masyarakatnya memiliki nilai sosial yang baik atau buruk. Kepribadian sesorang sangat erat kaitannya dalam kegiatan sehari – hari, moral diperlukan demi kehidupan yang damai dan harmonis sesuai dengan aturan. Dapat dipahami bahwa moral adalah keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang berbentuk perintah dan larangan yang mengatur perilaku manusia dan masyarakat di mana manusia itu berada. Karena moral merupakan pengatur perilaku individu dalam bersosialisasi dengan kelompok masyarakat.
Dengan adanya moral baik yang tumbuh dalam masyarakat, kehidupan bersosialisasi di dalamnya akan terasa damai. Hal tersebut harus dipatuhi, karena moral memiliki fungsi dalam mengatur, menjaga ketertiban, dan menjaga keharmonisan antar masyarakat yang ada dalam suatu pranata sosial. Moral memiliki pengaruh pada cara pandang seseorang dalam menilai suatu kasus. Jika nilai – nilai moral yang dimiliki oleh individu bersifat baik, sesuai dengan aturan dan tata cara bersosialisasi, maka individu tersebut jika melihat situasi yang tidak sesuai dengan prinsip moral yang ia pegang, maka ia akan menganggap situasi tersebut tidak bermoral, atau tidak memiliki aturan dalam bersosialisasi. Begitu pula sebaliknya.
Moral merupakan nilai perilaku yang harus dipatuhi, karena moral merupakan norma yang mengatur baik-buruk individu dalam suatu masyarakat. Kepribadian seseorang sangat erat kaitannya dalam kegiatan sehari – hari, moral diperlukan demi kehidupan yang damai dan harmonis sesuai dengan aturan. Masalah moralitas masyrakat Indonesia baik itu usia remaja hingga dewasa, sekarang ini sudah menjadi problema umum dan merupakan pertanyaan yang belum ada jawabannya. Seperti mengapa para remaja kita sudah mengkonsumsi obat – obatan terlarang, mengapa para remaja kita dengan bebasnya bergaul dengan lawan jenis tanpa merasa risih dan malu, megapa para pemimpin di negeri kita sungguh mudah tersinggung, dan tidak malu juga mempertontonkan pertengkaran di muka umum, mengapa begitu banyak para pemimpin ini tidak merasa malu mengambil hak – hak orang kecil, seperti melakukan korupsi. Pertanyaan – pertanyaan seperti yang telah dikemukakan merupakan sederetan kecil dari masalah moral yang masih belum bisa hadapi.
- Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas – asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat adalah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan karena pandangan masing – masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu – ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk.
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi, para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi 6 prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu sebagai berikut :
- Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai – nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
- Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki – laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
- Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai – nilai kemanusiaan seperti hormat – menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
- Prinsip Keadilan
Kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
- Prinsip Kebebasan
Sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak – hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena – mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai :
- Kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
- Kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihannya tersebut.
- Kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis atau rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai – nilai etika atau kode etik dalam hubungan antar individu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar – benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan dan kebenaran bagi setiap orang.
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai – nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Basis teori etika terdiri dari :
- Teori Teleologi
Istilah ini diperkenalkan pada abad ke 18 oleh Christian Wolf. Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tidakan yang telah dilakukan.
Teori teleologi ini menyatakan bahwa :
- Konsekuensi – konsekuensi tentang perbuatan moral menentukan manfaat dan ketepatan perbuatan tersebut. Seseorang mungkin memiliki niat – niat baik, atau mengikuti prinsip – prinsip moral yang tertinggi. Tetapi jika hasil sebuah tindakan itu berbahaya atau jelek, maka dinilai sebagai perbuatan yang salah secara moral atau etika.
- Sebuah etika dimana manfaat moral dari sebuah tindakan dinilai dalam pengertian sejauh mana tindakan tersebut mencapai tujuan atau sasarannya (atau tujuan atau sasaran dari sistem etika yang diikuti).
- Sebuah etika yang di dalamnya kebenaran atau kesalahan sesuatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang sesuai dengan keiginan dan baik. Apapun yang dicapai sebagai hasil akhirnya dipadang baik secara moral. Sedangkan apapun yang menghalangi pencapaiannya adalah jelek secara moral.
Dari sudut pandang “apa tujuannya”, etika teleologi dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Teleologi Hedonisme (hedone = kenikmatan) yaitu tindakan yang bertujuan untuk mencari kenikmatan dan kesenangan.
- Teleologi Eudamonisme (eudamonia = kebahagiaan) yaitu tindakan yang bertujuan untuk mencari kebahagiaan hakiki.
Dari sudut pandang “untuk siapa tujuannya”, etika teleologi dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan 2 konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok – pokok pandangan egoisme etis :
- Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
- Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu – satunya tugas adalah kepentingan diri.
- Meski egoisme etis berkeyakinan bahwa satu – satunya tugas adalah membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain.
- Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
- Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme :
- Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri se Tindakan peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
- Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip fundamental kepentingan diri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis :
- Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik – konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan – kepentingan yang bertabrakan.
- Egoisme etis bersifat sewenang – Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.
Inti pandangan dari egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
Contohnya, Joko adalah seorang pengusaha muda yang sukses dan dia sangat tekun dalam bekerja. Namun meski begitu, Joko adalah seseorang yang pelit dan hanya menggunakan uang hasil kerja kerasnya untuk bersenang – senang atau kepentingannya sendiri.
- Utilitarianisme
Berasal dari bahasa Latin yaitu utilis yang memiliki arti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Paham utilitarianisme adalah sebagai berikut :
- Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak.
- Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu – satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
- Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
Prinsip dasar utilitarianisme adalah :
- Manfaat terbesar bagi jumlah orang terbesar diterapkan pada perbuatan
- Aturan membatasi diri pada justifikasi aturan – aturan moral
Kritik terhadap teori utilitarianisme :
- Utilitarianisme hanya menekankan tujuan atau manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
- Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu atau minoritas demi keuntungan mayoritas orang banyak.
Contohnya, Qiram adalah seseorang yang pintar dan rajin belajar. Berkat itu pula, Qiram bisa mendapatkan beasiswa di universitas terbaik. Namun, Qiram adalah orang yang sangat baik. Dia tak segan – segan untuk mengajarkan ke temannya bila temannya tidak mengerti pelajaran yang dipelajari di universitasnya.
- Teori Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata yunani yaitu deon yang berarti kewajiban. Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan, tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Ada 3 prinsip yang harus di penuhi yaitu :
- Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus di jalankan berdasarkan kewajiban.
- Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung tercapainya tujuan dari tindakan itu tergantung pada kemauan baik yang mendorong sesorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan – tujuan tidak tercapai tindakan itu sudah dinilai baik.
- Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip tersebut, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Contohnya, Upik berkeinginan menjadi seorang guru karena dia senang mengajar dan keinginan tersebut telah tercapai. Upik menjadi seorang guru di salah satu SMA di dekat rumahnya. Dan Upik memiliki kewajiban untuk mendidik anak – anak sekolahnya agar menjadi anak yang pintar dan berprestasi.
- Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu :
- Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem atau yurisdiksi hukum suatu negara, dimana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang – Undang Dasar negara yang bersangkutan.
- Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right). Jika dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak – hak orang lain.
- Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu – individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing – masing kontrak. Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip – prinsip HAM mulai banyak mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari
Contohnya, Seorang anak memiliki hak untuk memilih dan menentukan apa mimpi dan cita – cita yang ingin diraih sesuai keinginannya dan bagaimana cara anak tersebut mewujudkannya asal masih dalam hal – hal positif.
- Teori Keutamaan
Teori ini memandang sikap atau akhlak seseorang. Teori keutamaan berangkat dari manusianya. Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat – sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat – sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter atau sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat atau watak yang telah melekat atau dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secara amoral disebut manusia hina.
Keutamaan bisa didefinisikan yaitu disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contohnya :
- Kebijaksanaan, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi.
- Keadilan, keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya
- Suka bekerja keras, keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas – malasan. Ada banyak keutamaan semacam ini. Seseorang adalah orang yang baik jika memiliki keutamaan.
- Hidup yang baik, seseorang menjalankan hidup dengan tenang tanpa harus terlalu memikirkan beban yang sedang dia pikul dengan menikmati hidup.
- Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan atau perintah Tuhan sebagaimana dituangkan dalam kitab suci. Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.
Etika berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Walaupun telah ada etika sebagai pedoman kehidupan masyarakat, tidak berarti semua masyarakat akan taat terhadap peraturan yang dibuat. Sebagian besar masyarakat menentang dan bahkan membuat pelanggaran terhadap pedoman yang telah ada. Interaksi hubungan dalam kehidupan masyarakat juga tidak selamanya kondunsif. Seringkali, diwarnai dengan penyalahgunaan, pelanggaran, ataupun penyimpangan yang memicu pada pelanggaran etika. Akibatnya, pola interaksi antar masyarakat tidak lagi berjalan lancar, karena muncul konflik dan saling tidak percaya, terjadi ketidakharmonisan dalam penghormatan terhadap etika yang ada, dimana ada yang masih setia terhadap etika, namun sebagian cenderung menentang dan membenarkan tindakannya.
Beberapa faktor yang diyakini dapat membuat seseorang melanggar etika antara lain :
- Kebutuhan individu
- Tidak ada pedoman
- Perilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan tak dikoreksi
- Lingkungan yang tidak etis
- Perilaku dari komunitas
Sanksi yang diberikan apabila melakukan pelanggaran etika yaitu sebagai berikut :
- Sanksi sosial, yaitu sanksi yang diberikan masyarakat tanpa melibatkan pihak yang berwenang. Biasanya sanksi sosial diberikan atas kejahatan – kejahatan kecil yang masih bisa dimaafkan. Hukuman yang diterima masyarakat jika mendapatkan sanksi sosial misalnya membayar ganti rugi. Pedomannya adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
- Sangsi Hukum. Sanksi ini diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.
Berbeda dengan ajaran moral, etika tidak dimaksudkan untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Terdapat 4 alasan mengapa etika semakin diperlukan pada zaman ini yaitu sebagai berikut :
- Masyarakat sekarang ini semakin pluralistik atau majemuk, baik dari suku, daerah, agama yang berbeda – beda, demikian pula dalam bidang moralitas. Kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan.Mana yang mau diikuti, apakah yang diterima dari orang tua kita dahulu, moralitas tradisional desa, atau moralitas yang ditawarkan melalui media massa.
- Masa transformasi (perubahan) masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan yang diakibatkan gelombang modernisasi merupakan kekuatan yang menghantam semua segi kehidupan manusia. Kehidupan di kota sudah jauh berbeda dibanding tahun – tahun sebelumnya. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya itu nilai – nilai budaya tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi inilah etika membantu kita agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah, dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap – sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
- Perubahan sosial budaya yang terjadi itu dapat dipergunakan oleh berbagai pihak untuk memancing di air keruh. Mereka menawarkan ideologi – ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi tersebut secara kritis dan objektif, dan untuk membentuk penilaian kita sendiri, agar tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu kita jangan naif atau ekstrem, yaitu jangan cepat – cepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga jangan menolak nilai – nilai hanya karena baru dan belum biasa.
Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu fihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dan di lain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut – takut dengan tidak menutup diri dari semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak – pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Di Indonesia, kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggungjawab profesionalnya. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terdiri dari 3 bagian yaitu :
- Prinsip Etika
- Aturan Etika
- Interpretasi Aturan Etika
Berikut adalah delapan prinsip etika yang telah ditentukan ketetapannya :
- Tanggung Jawab Profesi
Dalam prinsip tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota berkewajiban menggunakan pertimbangan moral dan profesional setiap melakukan kegiatannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
- Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
- Integritas
Integritas adalah suatu satu kesatuan yang mendasari munculnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggung jawabnya. - Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain - Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau pengalaman yang belum anggota kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang terpisah :
- Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian ini pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek – subjek yang relevan. Hal ini menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
- Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, serta anggotanya harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten. Sedangkan kehati – hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesinya dengan kompetensi dan ketekunan.
- Kerahasiaan
Dalam kegiatan umum auditor merupakan memeriksa beberapa yang seharusnya tidak boleh orang banyak tahu, namun demi keprofesionalitasannya, para auditor wajib menjaga kerahasiaan para klien yang diauditnya. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah pengawasannya dan orang – orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. - Perilaku Profesional
Kewajiban untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat umum.
- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang – undangan yang relevan.
- Pandangan Ilmu Akuntansi Dalam Perspektif Etika
Adanya etika berarti adanya kepentingan terhadap pertimbangan – pertimbangan moral yang terlibat dalam penganbilan keputusan moral mengenai apa yang secara moral benar dan secara moral baik atau buruk. Berbagai kategori dari perspektif etis atau model – model pemikiran etis dapat diterapkan dalam akuntansi. Mereka akan ditinjau tepat sebelum pembahasan mengenai implementasi, pengajaran, dan riset mengenai etika dalam akuntansi.
Perspektif etika dalam akuntansi terdiri atas :
- Etika utilitarian
Etika utilitarian atau utilitarianisme sebagai suatu pendekatan dalam memecahkan isu – isu moral juga dikenal dengan isltilah konsekuentialisme. Pendekatan ini melihat apakah suatu tindakan dapat dianggap secara moral benar atau salah dengan hanya didasarkan kepada konsekuensi akibat dari kita melakukannya. Tindakan yang tepat adalah tindakan yang memberikan konsekuensi terbaik atau kegunaan yang paling besar. Asumsi impllisitnya adalah bahwa biaya dan manfaat suatu tindakan dapat diukur berdasarkan suatu skala menarik yang umum dan dapat ditambah atau dikurangi satu sama lain keunggulan dari etika utilitarian adalah :
- Sasaran moralitas
- Proses pemikiran moral
- Fleksibiitas dan pengecualian
- Menghindari konflik aturan.
Sedangkan kesulitan yang muncul karena adanya etika utilitarian adalah :
- Penolakan dari kewajiban khusus
- Penolakan dari hak asasi
- Penolakan dari keadilan
- Etika deontologi
Etika deontologi sebagai salah satu pendekatan dalam memecahkan isu – isu moralitas dikenal pula dengan istilah moralitas berbasis aturan. Pendekatan ini mempertimbangkan suatu tindakan yang menurut moral itu benar jika itu telah sesuai dengan aturan moral yang tepat. Sebuah tindakan yang melanggar aturan tersebut namun menghasilkan suatu yang menguntungkan akan tetap dianggap salah. Sumber – sumber aturan tersebut dapat berupa teologis atau sosialis. Karena adanya keterbatasan – keterbatasan dari kedua sumber, digunakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan atas konsekuensi menerapkan suatu kumpulan aturan – aturan moral tertentu atau kemampuan yang seharusnya kita miliki mengenai intuisi moral.
- Pemikiran akan kelayakan
Karena kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki oleh etika utilitarianisme dan deontologi, suatu kompromi yang sesuai akan menjadi suatu hal yang ideal. Suatu alternatif baik dari etika utilitarianisme maupun etika deontologi ditawarkan oleh pemikiran akan kelayakan (notion of fittingness). Kelayakan (fittingness) yang berasal dari konsep yunani kuno kathokonda, dapat digunakan untuk mengevaluasi moralitas dari suatu tindakan melalui suatu referensi terhadap apakah mereka pantas dan sesuai dengan etos yang diakui bersama – sama oleh individu dan masyarakat.
Pemikiran akan kelayakan menempatkan satu individu dalam konteks tanggung jawab dan responsibilitas terhadap etos yang didalamnya terkumpul kepentinngan sosial dan politik masyarakat sekitar. Tindakan responsif harus menerjemahkan reaksi – reaksi lama dan harus menyesuaikan dirinya dengan reaksi baru. Kelayakan menjadi kriteria untuk mengevaluasi pilihan – pilihan moral.
Sebagai suatu ilmu, etika terdiri dari berbagai macam jenis dan ragamnya yaitu sebagai berikut :
- Etika Deskriptif, memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal – hal mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut masyarakat. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
- Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruknya tindakan manusia. Jadi Etika Normatif merupakan norma – norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal – hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Etika normatif biasa dikelompokan menjadi :
- Etika umum, membahas berbagai hubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori – teori dan prinsip – prinsip moral. Etika umum berisi prinsip serta moral dasar.
- Etika khusus, terdiri dari :
- Etika sosial, menekankan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya. Etika sosial dibagi menjadi sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi (misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis dan pialang informasi), etika politik dan etika lingkungan hidup.
- Etika individu, lebih menekankan pada kewajiban – kewajiban manusia sebagai pribadi.
- Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi.
Pendekatan etika terhadap teori akuntansi menekankan konsep – konsep keadilan, kebenaran, dan kewajaran (justice, truth, fairness). Yang menarik, setiap konsep ini menemukan jalannya sendiri untuk sampai pada kerangka dasar konseptual yang diciptakan oleh FASB. Pertimbangan seperti tidak adanya kesengajaan untuk memihak (bias) dan kejujuran penyajian (representational faithfulness) dianggap sebagai karakterisktik yang perlu dalam sistem akuntansi yang andal. Netralitas, yang berarti bahwa informasi tidak boleh dipoles agar mempengaruhi perilaku ke arah tertentu, adalah sifat yang sangat penting dalam penetapan standar. Pertimbangan etika mempunyai pengaruh yang meresap di seluruh aspek akuntansi.
- Filsafat Moral dan Etika
Etika adalah salah satu bagian dari cabang filsafat, tetapi mengenai moral sehingga juga disebut filsafat moral. Sebagai filsafat moral.Etika menyelidiki perbuatan baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan dalam kehendaknnya. Sebagai obyek ilmu pengetahuan, telaah etika adalah moral sehingga yang dimaksud dengan moral adalah keseluruhan norma yang berbentuk perintah dan larangan yang mengatur perilaku manusia dan bermasyarakat dimana manusia itu berada. Sedangkan ciri moral adalah mengandalkan kesadaran manusia, manusia dibentuk oleh moral. Dimensi lain yang ditelaah etika adalah kecenderungan batin sebagai sumber perbuatan dan tujuan perbuatan dengan demikian dapat diketahui keadaan moral perilakunya. Sebagai ilmu pengetahuan filsafat moral, etika menelaah tujuan hidup manusia yaitu, kebahagian, kebahagian dimaksud adalah kebahagian sempurna yang memuaskan manusia, baik jasmani maupun rohani dari dunia sampai ke akhirat melalui kebenaran filosofis, kebahagiaan sempurna adalah tujuan akhir manusia.
Filsafat jika dilihat dari segi objeknya adalah kegiatan intelektual yang metodis dan sistimatis, secara refleksi menangkap makna hakiki keseluruhan yang ada. Obyek filsafat bersifat universal, mencakup segala yang dialami manusia. Berpikir secara filsafat adalah mencariarti yang sebenarnya segala hal yang ada melalui pandangan cakrawala yang paling luas. Metode pemikiran filsafat adalah refleksi atas pengalaman dan pengertian tentang suatu hal tentang cakrawala yang universal. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang disebut raksasa pikiran Barat, mengatakan bahwa filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu apakah yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika), apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh etika), sampai dimanakah pengharapan kita (dijawab oleh agama) dan apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh Antropologi).
Ada 4 persamaan fundamental filsafat etika semua agama, yaitu :
- Semua agama mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan tertinggi selaintujuan hidup di Hindu menyebutnya moksa, Budha menyebutnya nirwana,Islam menyebutkan akhirat dan Kristen menyebutnya surga. Semua mengakuiadanya eksistensi nonduniawi yang menjadi tujuan akhir umat manusia.
- Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama mengakui adanyakekuatan tak terbatas yang mengatur alam semesta ini.
- Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia,tetapi juga sebagai salah satu syarat mutlak untuk mencapai tujuan akhir umat
- Semua agama memiliki ajaran moral yang bersumber dari kitab suci masing- Adaprinsip-prinsip etika yang bersifat universal dan bersifat mutlakyang dijumpai disemua agama, tetapi ada juga yang bersifat spesifik dan hanyaada pada agama tertentu saja.
- Filsafat Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah seorang filsuf besar yang pernah tampil dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke18. Pada abad ke-18 dimulailah suatu zaman baru, yang memang berakar pada Renaissance serta mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Zaman ini disebut zaman Aufklarung atau zaman pencerahan. Menurut Immanuel kant mengatakan bahwa zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia sendiri. Kesalahan itu terletak disini, bahwa manusia tidak mau memanfaatkan akalnya. Munculnya Kant (1724-1804), mengantarkan suatu gagasan baru yang memberi arah kepada segala pemikiran filsafat. Kant sendiri memang merasa, bahwa Kant meneruskan pencerahan.
Pemikiran Immanuel Kant telah banyak digunakan sebagai referensi dalam mempelajari ilmu filsafat khususnya filsafat moral. Pemikiran Immanuel Kant semula dipengaruhi oleh rasionalisme Leibinz dan Wolff, kemudian ia dipengaruhi empirisme Hume, selain juga nampak pula pengaruh Rousseau. Dalam tulisan – tulisan Kant paling awal, ia cenderung pada metafisika rasionalistik. Awal pemikirannya, Kant terpengaruhi oleh aliran pietisme dari ibunya. Pietisme yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Kant sendiri menulis bahwa empirisme Hume telah membangunkannya dari tidur Dogmatisnya. Hume telah mendestruksikan atau menghancurkan anggapan filsafat sebelumnya bahwa paham – paham seperti substansi atau sebab dapat ditemukan dalam realitas empiris.
Dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada pengertian – pengertian yang telah ada tentang Allah atau substansi monade. Pemikiran dogmatisme menganggap pengenalan objektif sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya dan menurut kant, pemikiran tersebut adalah salah. Dalam proyek pemikirannya, Kant hendak membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan membangun secara baru. Filsafat Kant menjadi Kritisisme yang dilawankan dengan seluruh filsafat sebelumnya yang ditolaknya yaitu sebagai dogmatisme. Kant adalah filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analitis dan tajam memasang patok – patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistemologi, metafisika dan etika.
Filsafat Kant disebut kritisme, secara harfiah kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant bermaksud membedakan antara pengetahuan yang murni dan yang tidak murni, yang tidak ada kepastiannya. Kant ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas kemampuan – kemampuan rasio secara objektif dan menemukan batasan – batasan kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan. Kant mengatakan bahwa ada dua hal yang membuatnya kagum, yaitu langit dengan bintang – bintangnya dan hukum moral di dalamnya. Di atas hukum morallah Kant mendasarkan seluruh struktur filsafat.
Berkenaan dengan pemikiran deontologinya, Kant mengemukakan diktum moralnya yang cukup terkenal yaitu bertindaklah sehingga maxim (prinsip) dari kehendakmu dapat selalu, pada saat yang sama, diberlakukan sebagai prinsip yang menciptakan hukum universal. Contoh tindakan moral jangan membunuh adalah besar secara etis karena pada saat yang sama dapat diuniverasalisasikan menjadi prinsip umum, (berlaku untuk semua orang dimana saja kapan saja). Etika Immanuel Kant diawali dengan pernyataan bahwa satu – satunya hal baik yang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah kehendak baik. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal – hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban.
Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya yaitu sebagai berikut :
- Memenuhi kewajibannya karena hal itu menguntungkannya.
- Memenuhi kewajibannya karena terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan.
- Memenuhi kewajibannya karena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya.
Tindakan yang terakhir inilah yang menurut Kant merupakan tindakan yang mencapai moralitas. Lalu Kant membedakan dua hal antara Legalitas dan Moralitas. Legalitas adalah pemenuhan kewajiban yang didorong oleh kepentingan sendiri atau oleh dorongan emosional. Sedang Moralitas adalah pemenuhan kewajiban yang didorong oleh keinginan memenuhi kewajiban yang muncul dari kehendak baik dari dalam diri.
Selanjutnya Kant menjabarkan kriteria kewajiban moral, landasan epistemologinya bahwa tindakan moral manusia merupakan apriori akal budi praktis murni yang mana sesuatu yang menjadi kewajiban kita tidak didasarkan pada realitas empiris, tidak berdasarkan perasaan, isi atau tujuan dari tindakan. Kriteria kewajiban moral ini menurut Kant adalah Imperatif Kategoris. Perintah Mutlak demikian istilah lain dari Imperatif Kategoris, ia berlaku umum selalu dan dimana – mana, bersifat universal dan tidak berhubungan dengan tujuan yang mau dicapai. Dalam arti ini perintah yang dimaksudkan adalah perintah yang rasional yang merupakan keharusan obyektif, bukan sesuatu yang berlawanan dengan kodrat manusia, misalnya kamu wajib terbang, bukan juga paksaan, melainkan melewati pertimbangan yang membuat kita menaatinya.
Ada tiga Rumusan Imperatif kategoris menurut Kant yaitu sebagai berikut :
- Bertindaklah semata – mata menurut maksim yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum. Kata Maksim artinya adalah prinsip subyektif dalam melakukan tindakan. Maksim ini yang kemudian menjadi dasar penilaian moral terhadap tindakan seseorang, apakah tindakan moral yang berdasarkan maksimku dapat diuniversalisasikan, diterima oleh orang lain dan menjadi hukum umum. Prinsip penguniversalisasian ini adalah ciri hakiki dari kewajiban moral.
- Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau memperlakukan manusia entah didalam personmu atau didalam person orang lain sekaligus sebagai tujuan pada dirinya sendiri bukan semata – mata sebagai sarana belaka. Maksudnya bahwa segala tindakan moral dan kewajiban harus menjunjung tinggi penghormatan terhadap person.
- Otonomi kehendak. Tanpa otonomi kehendak, manusia tidak dapat bertindak sesuai dengan rumusan Imperatif Kategoris.
Moralitas menurut Kant merupakan implikasi dari tiga postulat antara lain kebebasan kehendak manusia, immortalitas jiwa dan eksistensi Allah. Kehendak bebas manusia merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal karena terimplikasi langsung dalam kesadaran moral. Immortalitas jiwa menyatakan bahwa kebahagiaan tertinggi manusia tidak mungkin dicapai didunia tapi dikehidupan nanti. Dan Keberadaan Allah yang menjamin bahwa pelaksanaan kewajiban moral manusia akan merasakan ganjarannya dikemudian hari berupa kebahagiaan sejati. Ketiganya itu disebut Kant sebagai postulat yaitu suatu kenyataan yang sungguh ada dan harus diterima, dan tidak perlu dibuktikan secara teoritis, ini merupakan hasil penyimpulan akal budi praktis atas moral manusia.
Setiap orang yang mempelajari etika Kant dengan cermat tidak akan meragukan bahwa etika ini sangat mengesankan. Kant menemukan otonomi dan moralitas bagi etika. Perbedaan antara moralitas dan legalitas, antara sikap moral dan sikap taat pada aturan merupakan perbeadaan dasar bagi pengertian moralitas secara universal. Penegasan yang diberikan kepada Kant bahwa moralitas adalah masalah keyakinan dan sikap batin, bukan sekedar sikap penyesuaian dengan semua aturan dari luar (adat istiadat, Negara dan agama) memiliki arti bahwa ketaatan pada peraturan belum menjamin kualitas moral.
Meskipun memiliki beberapa keunggulan, bukan berarti etika Kant tanpa masalah. Terhadap ajaran Kant mengenai etika, ada sejumlah pernyataan kritis pada dasarnya menentang pandangan Kant bahwa kita harus menaati kewajiban secara mutlak. Secara mendasar menaati kewajiban secara mutlak tidak ada msalah, namun pernyataannya bagaimana kalau ada dua kewajiban yang saling bertentangan. Dalam suatu peristiwa, seorang pemuda yang menyembunyikan rekannya dari kejaran seorang pembunuh. Apa yang harus dilakukannya? berbohong (untuk menyelamatkan nyawa temannya) atau mengatakan sebenarnya (berarti temannya mati). Dalam kasus ini pendapat Kant berbicara, bukankah menyelamatkan dan menyatakan kebenaran adalah kewajiban kita. Lalu bagaimana dilema moral ini dipecahkan. Wiliam David Ross (1877-1971) memberikan jalan keluar dengan menambah nuansa lain pada pandangan tentang kewajiban prima facie (pertama) atau dengan kata lain, suatu kewajiban hanya bersifat mutlak, sampai timbul kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban pertama tadi. Dengan demikian keajiban adalah kewajiban untuk sementara. Apabila berdasarkan pertimbangan lain ternyata kita tahu bahwa ada kewajiban lain yang lebih penting, maka kewajiban yang lebih penting tersebut harus didahulukan.
Dalam kasus diatas tampak jelas bahwa menyelamatkan nyawa adalah kewajiban yang lebih mendesak dana lebih penting dibandingkan sekedar memberikan jawaban yang benar atau jujur kepada pembunuh. Selain itu masalah kewajiban dalam pandangan Kant masih abstrak. Apakah dalam kenyataannya orang bertindak melakukan kewajiban demi kewajiban belaka. Seandainya kita memenuhi kewajiban demi kewajiban semata – mata, tahu sikap tersebut bisa dipertanggungjawabkan di hadapan akal budi yang sehat. Bukankah orang melakukan kewajiban tidak secara buta demi kewajiban itu sendiri, melainkan demi nilai – nilai yang ingin diperjuangkan. Dengan demikian, kewajiban bertujuan pada pelaksanaan nilai – nilai (kritik dari Max Scheler, 1874-1924). Menurut Scheler orang bertindak bukan demi kewajiban semata belaka sebagaimana diajarkan Kant, melainkan demi nilai – nilai. Dengan demikian kewajiban saja tidak cukup, perlu ditambah menjalankan kewajiban untuk bertindak berdasarkan nilai.
- Filsafat Karl Marx
Marxisme adalah suatu teori yang dicetuskan oleh Karl Marx (1818-1883) sebagai bentuk protes atas kapitalisme. Teori ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Communist Manifesto” yang dikarang bersama sahabatnya, Friedrich Engels. Asumsi dasar dari teori ini adalah tentang pertentangan kelas, dimana masyarakat pada intinya terbagi menjadi 2 kelas, yaitu mereka yang termasuk dalam para pemilik modal (kaum borjuis) dan mereka yang tidak memiliki modal dan alat-alat produksi (kaum proletariat). Karl Marx mengusulkan untuk menghapus kaum borjuis dan sistem kelas serta meninggalkan kapitalisme dan beralih ke komunisme yang menawarkan masyarakat tanpa kelas sehingga meminimalisir terjadinya konflik.
Menurut etika marxisme, norma – norma etis yang dimilik oleh suatu masyarakat atau kelas tertentu bukan merupakan nilai – nilai yang berdasarkan pernyataan atau wahyu ilahi atau hukum – hukum yang abadi, melainkan mencerminkan dan berakar dari keadaan materil masyarakat. Oleh karena itu, keadaan dan struktur masyarakat harus diubah (misalnya masyarakat kelas atau golongan ke masyarakat sosialis), supaya bangsa dan manusia (yang direpresentasikan oleh ploretariat) dapat mengembangkan semua potensinya dan kemungkinannya yang selama ini hanya dieksploitasi untuk kepentingan – kepentingan kelas atas dan untuk keselamatan seluruh bangsa.
Asumsi dasar perspektif marxisme dalam hubungan internasional adalah adanya proses penyatuan human race melalui dinamika globalisasi kapitalis dan kapitalisme ini dianggap sebagai driving forces dalam tingkat interdependensi internasional. Analisis globalisasi dan fragmentasi di dalam tradisi Marxist dikenal sebagai paradigma kelas dan produksi di mana tingkat pereduksiannya bergantung pada dimensi ekonomi dari keadaan sosial yang secara politis maupun normatif berpengaruh terhadap perpolitikan dunia. Jika direlevansikan dengan keadaan saat ini, adanya teori marxisme mampu melewati masa bipolaritas dengan meningkatkan dampak globalisasi dunia dan fragmentasi (perpecahan) etnis yang bertentangan dengan struktur negara secara internasional. Salah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing – masing telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi Inggris.
Menurut Marx, etika kelas adalah tindakan yang benar karena membela kepentingan kelasnya. Kelas pemilik alat produksi, tindakan yang benar adalah mempertahankan dan mengembangkan kepemilikan atas alat produksi, kelas penguasa, tindakan yang benar adalah mempertahankan dan mengembangkan kekuasannya. Kelas bukan pemilik alat produksi, tindakan yang benar adalah merebut alat – alat produksi menjadi milik kaum buruh atau milik bersama, kelas yang dikuasi, tindakan yang benar adalah merebut kekuasaan menjadi penguasa. Kelas sosial juga dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut :
- Etika kelas revolusioner adalah tindakan yang benar adalah merebut kekuasaan politik, hal itu dilakukan oleh kaum borjuis Perancis melalui Revolusi Perancis 1789, kaum buruh Rusia melalui Revolusi Rusia 1917, dan revolusi – revolusi bangsa – bangsa terjajah.
- Etika kelas reaksioner adalah tindakan yang benar dalam mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi, hal itu dilakukan oleh kaum feodal dalam revolusi borjuis, dilakukan kaum borjuis dalam revolusi buruh, dilakukan oleh kaum kolonial dalam revolusi kemerdekaan.
Kaum Marxis adalah penganut etika hedonistik karena mementingkan kelasnya sendiri dengan mengabaikan bahkan menghancurkan kelas lainnya yaitu kelas feodal, kelas borjuis, dan kelas kolonialis. Mereka (kaum Marxis) menganut etika masyarakat tanpa kelas, yaitu tindakan yang benar untuk membangun masyarakat tanpa kelas, dimana tidak ada penindas dan yang ditindas, untuk mewujudkannya melalui revolusi sosialis. Di samping itu kaum Marxis mengadopsi etika relativisme, di mana tindakan benar-salah tergantung sistem sosial tertentu atau sistem kebudayaan tertentu.
Masalah Marx dan moralitas menimbulkan teka – teki. Ketika membaca karya – karya Marx di semua periode hidupnya, tampaknya menjadi kebencian yang paling kuat terhadap masyarakat kapitalis borjuis, dan suatu dukungan yang tak diragukan dari masyarakat komunis masa depan. Namun hal ini antipati dan dukungan jauh dari jelas. Meskipun harapan, Marx tidak pernah mengatakan bahwa kapitalisme tidak adil. Baik yang dia katakan bahwa komunisme akan menjadi bentuk hanya dari masyarakat. Bahkan ia membutuhkan berusaha menjauhkan diri dari mereka yang terlibat dalam wacana keadilan, dan membuat upaya sadar untuk mengecualikan komentar moral yang langsung dalam karya – karya sendiri. Teka – teki adalah mengapa ini harus, mengingat berat komentar moral yang tidak langsung orang menemukan.
Marx memandang etika sebagai sesuatu yang berubah menurut zaman dan tingkat produksi. Dalam masa – masa sebelum diktator proletariat, etika itu baginya sama saja dengan etika kalangan berpunya, kalangan penguasa. Jadi etika itu bersifat nisbi, tidak ada yang absolut. Berbeda dengan etika pekerja dimasa diktator proletariat, bahwa etika pekerja penuh dengan sifat – sifat kemanusiaan yang cenderung pada keabsolutan. Semua alat dihalalkan asalkan maksudnya sampai. Ini seakan yang bersifat mutlak.
Teori marxian mengatakan bahwa strategi konflik marxian memandang masyarakat sebagai kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi. Kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menentukan struktur masyarakat sehingga menguntungkan bagi kelompok mereka sendiri. Teori kritik tersebut jika dilihat dizaman sekarang terdapat kemiripan yaitu dimana politik di negeri ini, kita ketahui bahwa ketika ada pemilihan calon legislatif, para partai politik saling berlomba – lomba untuk memperoleh kursi di DPR yang diperuntukkan agar visi dan misi partai tercapai, sehingga partai yang kuat di parlemen lebih berkuasa dalam voting ketika membuat suatu kebijakan.
- Agama dan Akuntansi
Sebagai sebuah alat, akuntansi tidak lepas dari suatu perkembangan peradaban. Akuntansi tidak hanya memiliki nilai yang statis, namun mengalami perubahan yang bersifat dinamis mengikuti perkembangan jaman. Berkaca dari pendapat Mulawarman (2013:153) yang menyatakan bahwa perkembangan teknologi, tanah, pangan dan energi yang berujung pada terbentuknya nilai kapitalisme, disadari atau tidak secara langsung akuntansi terbawa dalam arus peradaban manusia Inilah yang menjadi realitas dari akuntansi saat ini, yang lebih memfokuskan diri kepada unsur fisik semata daripada nilai Ketuhanan.
Konsep akuntansi modern yang dibuat oleh Luca Pacioli sebenarnya sudah menceminkan adanya keterkaitan antara akuntansi dengan agama. Penggunaan kalimat In The Name Of God sebagai pembuka pada laporan keuangan yang digagas olehnya (Kamayanti, 2012) menunjukkan adanya nilai Ketuhanan dalam Rahim akuntansi. Dalam perspektif lain, profesi Luca Pacioli sebagai seorang biarawan (Kamayanti, 2012; Harahap, 2012:32; Sukoharsono, 2012:459) menunjukkan adanya keinginan untuk menggabungkan pemikiran antara akuntansi itu sendiri dengan pertanggungjawaban kepada Tuhan agama.
Memang, terdapat juga pihak yang meragukan kehadiran Luca Pacioli sebagai pelopor terbentuknya akuntansi modern. Hal ini terdapat dalam pernyataan Harahap (2012:37-41) dan Kamayanti (2012) yang mengklaim bahwa akuntansi yang dibawakan oleh Pacioli sudah dipraktekkan oleh bangsa Arab mulai abad 9M. Sedangkan Triyuwono (2012:22-23) berpendapat bahwa teknik akuntansi modern berasal dari kebudayaan Spanyol yang pada waktu itu merupakan negara muslim dan pusat perkembangan teknologi di Eropa. Terlepas dari adanya perbedaan perspektif pelopor, bagi penulis terdapat kesamaan nilai yang dibawakan yaitu kandungan agama dalam diri akuntansi itu sendiri.
Akuntansi spiritual hadir sebagai sarana untuk mewujudkan sikap kerendahan hati manusia. Melalui akuntansi yang berbasis pada nilai spiritual, manusia diajarkan untuk semakin menyadari bahwa dirinya bukanlah siapa – siapa dalam kehidupan. Namun, pemaknaan akuntansi yang berbasis kepada nilai spiritual juga harus mengalami perubahan terlebih dahulu. Jika akuntansi spiritual dimaknai dalam sudut pandang filosofis, kesadaran tersebut akan muncul dengan sendirinya. Sebaliknya, jika akuntansi spiritual hanya dimaknai dalam sudut pandang pragmatis, maka tetap saja manusia akan berorientasikan pada unsur – unsur materi.
Ajaran agama dan ajaran moral mana pun pastilah menjunjung tinggi nilai – nilai kejujuran, ketulusan, rendah hati, menghargai harkat kemanusian, rela berkorban demi kemaslahatan orang banyak, dan semacamnya. Ini juga nilai – nilai pribadi spiritual yang sifatnya universal, lintas agama dan bersifat langgeng. Artinya melintasi segala zaman dan tempat. Kecerdasan spiritual dalam akuntansi dapat mengambil contoh dari penyusunan pelaporan keuangan perusahaan. Jika suatu perusahaan ingin langgeng, pencapaian kebijakan keuangan perusahaan harus menjunjung nilai – nilai yang bersifat langgeng pula, karena hanya dengan cara itu, perusahaan akan bisa selalu menjadi bagian pertanggungjawaban dari nilai pribadi manusia. Kehadiran nilai – nilai spiritualitas akan memainkan peran signifikan dalam proses menjadi kinerja keuangan organisasi yang spiritual, artinya penyusunan laporan keuangan memberikan informasi yang dapat dipercaya dengan segala kebijakan yang ditetapkan. Pencapaian yang akan mampu menghasilkan perubahan sikap individu penyusun laporan keuangan untuk menurunkan praktik penyelewengan dan pelanggaran wewenang (fraud), serta meningkatkan citra atau kredibilitas perusahaan di mata stakeholder.
Nilai – nilai spiritual dalam hasil penyusunan pelaporan keuangan akan mampu memberikan ketepatan informasi yang dapat dipercaya bagi seluruh pengguna laporan keuangan tersebut, kehadiran penyusun laporan keuangan yang menumbuhkan kehadiran nilai – nilai spiritualitas akan memberikan dampak bagi perusahaan mampu bertahan dan terus berkembang seperti UPS, Southwest, Starbucks dan Timberland. Sebaliknya, tanpa spiritualitas, perusahaan bisa saja sukses tapi umumnya berjangka pendek, contoh ekstremnya sang raksasa Enron dan WorldCom (Prasetyo, 2012).
- Kajian Moral dan Etika Dalam Akuntansi
Isu mengenai etika dalam bidang akuntansi telah lama menjadi diskusi yang cukup panjang dan serius. Akuntan memberi informasi bagi pembuatan keputusan publik. Sebagai profesional, akuntansi dipercaya untuk menyajikan informasi keuangan. Untuk melaksanakan kewajibannya tersebut secara profesional, perilaku seorang akuntan harus konsisten dengan ide – ide etika yang tertinggi. Perhatian pada isu – isu etika dalam dunia bisnis dan profesi secara dramatis telah meningkat belakangan ini, terlebih setelah kasus skandal – skandal khususnya di bidang akuntansi belakangan ini telah banyak menarik perhatian masyarakat.
Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral. Pencampuran antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan yang semata – mata tidak sejalan dengan kaidah – kaidah etika dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral karena masalah korusi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu harusnya didekati secara hukum. Dengan demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, manipulasi laporan keuangan.
Masalah etika dalam akuntansi menyangkut masalah kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan. Masalah ini berkaitan dengan praktik pelanggaran moral yang dilakukan oleh akuntan baik akuntan publik, akuntan manajemen maupun akuntan pemerintahan. Penelitian – penelitian tersebut menggunakan beberapa variabel atau faktor yang memengaruhi perilaku etis antara lain gender, locus of control, equity sensitivity, pengalaman kerja, umur atau usia, dan kecerdasan (kecerdasan intelektualitas, emosional dan spiritual). Perilaku etis seseorang dapat dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu :
- Aspek individual (religiusitas, kecerdasan emosional, gender, iklim etis individu, sifat – sifat personal dan kepercayaan bahwa orang lain lebih tidak etis).
- Aspek organisasi (suasana etis organisasi dan suasana organisasi).
- Aspek lingkungan (lingkungan organisasi dan lingkungan sosial).
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa perilaku etis dipengaruhi secara signifikan oleh pihak lain yang dihadapi seorang individu dalam lingkungan profesinya tanpa memperhatikan apakah perilakunya sesuai dengan kode etik atau tidak. Tingkat pengaruh itu mungkin dipengaruhi oleh jauh dekatnya hubungan antara organisasi dengan pihak lain yang berkaitan, serta pihak yang berkuasa baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi, misalnya dengan pemerintah, akantor akuntan lain dan sebagainya.
Penyimpangan – penyimpangan dalam akuntansi tidak akan terjadi apabila setiap profesional ini mempunyai pengetahuan, pemahaman, kemauan untuk menerapkan nilai – nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Penelitian atas persoalan moral dalam akuntansi sebagian besar berfokus pada profesi akuntan dengan 3 kelompok kajian utama, yaitu :
- Pengembangan Moral (Ethical developement)
- Pertimbangan Moral (Ethical Judgment)
- Pendidikan Etika (Ethics Education)
Penelitian pengembangan moral berusaha mencari pokok – pokok yang mendasari proses pemikiran moral dalam praktik. Penelitian pertimbangan moral, menguji hubungan antara pemikiran moral dan perilaku moral, sedangkan Penelitian dalam pendidikan etika menginvestigasi tentang keefektifan campur tangan pendidikan dalam memecahkan atau memperbaiki sikap moral dan keahlian atau pengetahuan tentang pemikiran moral mahasiswa maupun praktisi. banyak penjelasan tentang mengapa ada orang yang fokus pada nilai moral dalam membuat pemikiran moral secara serius seperti sebuah catatan dalam perjanjian dari motivasi moral yang memberikan ide dari justifikasi yang lama terhadap penekanan motivasi moral kedalam bidang moral.
Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego, kegigihan, kekerasan hati, pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar. Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan – persoalan moral. Dalam berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor – faktor individu yang dimilikinya.
- Kasus
KPMG Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) tentu sudah tidak asing lagi bagi para eksekutif perusahaan – perusahaan besar di Jakarta. KPMG adalah salah satu anggota The Big Four Auditors, bersama dengan PWC, Ernst & Young dan Deloitte. KPMG berpusat di Belanda dan mempekerjakan lebih dari 100.000 orang dalam partnership global menyebar di 144 negara.
Pada September 2001, KPMG-SSH dan Soni B. Harsono menjadi tergugat di Pengadilan AS. Badan pengawas pasar modal AS Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, yaitu undang – undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU ini memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT. Eastman Christensen (PTEC). PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS. PTEC ini sendiri adalah pihak yang menurut gugatan Securities Exchange Commision (SEC) dan Departemen Kehakiman AS, meminta KPMG-SSH untuk menyuap pejabat kantor pajak Jakarta Selatan. Perintah itu dimaksudkan agar jumlah kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
KPMG-SSH terbukti menyuap aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Untuk mengubur penyuapan itu, Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG. Tagihan tersebut didesain untuk menutupi pembayaran uang suap kepada petugas kantor pajak dan untuk fee atas imbal jasa KPMG-SSH bagi PTEC. Meskipun dibuat seolah – olah sebagai biaya atas jasa KPMG-SSH, tagihan fiktif itu sebenarnya mewakili dana suap senilai US$ 75 ribu yang akan diberikan pada pejabat kantor pajak. Sementara sisanya adalah biaya jasa KAP dan utang pajak yang sesungguhnya. Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar US$ 143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH. Berkat aksi suap ini, kewajiban pajak PT Easman Christensen memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu.
Analisa Kasus
Sebagai seorang profesional yang memiliki kode etik, seharusnya seorang akuntan melandaskan setiap tindakannya berdasarkan prinsip – prinsip etika. Menurut pandangan kelompok kami, KPMG-SSH telah melanggar prinsip dasar etika profesi akuntan, yaitu integritas, objektivitas, kompetensi, sikap kecermatan dan kehati – hatian profesional dan perilaku profesional.
- Prinsip Integritas
Dalam kasus ini akuntan tidak tegas dan tidak jujur dalam menjalin hubungan profesionalnya dengan bersedia melakukan kecurangan yaitu melakukan penyuapan pajak untuk kepentingan kliennya.
- Prinsip Objektivitas
KPMG-SSH tidak melakukan pertimbangan objektif yang menyebabkan terjadinya benturan kepentingan dengan memihak kepada kepentingan klien agar mendapatkan keringanan pembayaran pajak dengan mengusulkan untuk menyuap aparat pajak di Indonesia.
- Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati – hatian profesional
Dalam kasus ini akuntan tidak menggunakan sikap kehati – hatian profesionalnya dengan tidak mempertimbangkan resiko yang akan terjadi berkaitan dengan kelangsungan jasa kantor akuntan publiknya yang menyebabkan keraguan pada masyarakat terhadap jasa profesional akuntannya.
- Prinsip Perilaku Profesional
KPMG-SSH telah melanggar prinsip perilaku profesional dengan melakukan pelanggaran hukum yang dapat mendiskreditkan profesi nya yaitu dengan menyarankan klien untuk melakukan penyuapan pajak dan merugikan negara.
KESIMPULAN
Etika dalam bidang akuntansi yaitu merupakan suatu prinsip – prinsip atau aturan perilaku di dalam bidang keprofesian tersebut yang bertujuan untuk mencapai nilai, norma dan moral yang terkandung di dalamnya. Sedangkan profesi dalam bidang akuntansi dapat diartikan sebagai pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Sebuah profesi akan dapat dipercaya dunia industri ketika kesadaran diri kita yang kuat menjunjung tinggi nilai etika profesi kita di dunia industri maupun di sekitar kita. Jadi dapat di katakan etika profesi yaitu batasan – batasan untuk mengatur atau membimbing prilaku kita sebagai manusia secara normatif. Kita harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Etika profesi diperlukan dalam bidang akuntansi yaitu untuk perilaku anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya bagi masyarakat dan lingkungannya. Standar – standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari seorang tenaga ahli profesi. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa moral dan etika merupakan sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai etika dan moral, jika hal – hal seperti ini tidak diperbaiki, akan menyebabkan rusaknya generasi masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan berganti lagi seperti zaman jahiliyah dahulu. Perubahan moral dan etika terjadi akibat menurunnya moral dan etika.
DAFTAR PUSTAKA
Diya. 2012. Akhlak Tasawuf : Aliran Etika Idealisme. UIN Sunan Ampel Surabaya. http://diyaasaviella.blogspot.co.id/2012/02/akhlak-tasawuf-aliran-etika-idealisme.html. Diakses Tanggal 12 Februari 2012.
Fitria, Annisa. 2014. Teori Utilitarianisme Dalam Bisnis. http://annisafitria26.blogspot.co.id/2014/12/teori-etika-utilitarianisme-dalam-bisnis.html. Diakses Tanggal 19 Desember 2014.
Hendri, Nedi dan Suyanto. 2014. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Etis Profesi Akuntansi Pendidik (Studi Empiris Pada Perguruan Tinggi Di Provinsi Lampung). Junnal Ekuisisi Universitas Muhammadiyah Metro. Vol. 10 (2) : 21-37.
Junaidy, Abdul Basith. 2014. Argumen Ultilitarianism Dalam Maslahah Menurut Muhammah Abu Zahrah. Phd thesis. Surabaya : UIN Sunan Ampel.
Putri, Ajeng Dini Harsoyo. 2014. Ethic : Naturalisme. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. http://ajeng-dini-fib12.web.unair.ac.id/artikel_detail-104510-Umum-ETHIC:%20Naturalisme.html. Diakses Tanggal 4 Juni 2014.
Saleh, Nur Amin. 2013. Immanuel Kant Dan Pemikirannya. http://www.nuraminsaleh.com/2013/01/immanuel-kant-dan-pemikirannya.html. Diakses Tanggal 24 Januari 2013.
Shabrina, Qonita dan Ratna Ardiyanti. 2014. Teori Akuntansi – Hakikat dan Penggunaan Akuntansi.http://momochillow.blogspot.co.id/2014/09/bab-2-teori-akuntansi-hakikat-dan.html. Diakses Tanggal 6 September 2014.
Syam, Firdaus. 2010. Pemikiran Politik Barat :Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3. Jakarta : Bumi Aksara.
Wibawa, Rafi Andi. 2014. Naturalisme. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. http://rafi-andi-fib12.web.unair.ac.id/artikel_detail-104862-Umum-Naturalisme.html. Diakses Tanggal 5 Juni 2014.
Yosephus, L. Sinour. 2010. Etika Bisnis : Pendekatan Filsafat Moral Terhadap Perilaku Pebisnis Kontemporer, Cetakan Pertama. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Yulian, Dara. dkk. 2012. Hakikat dan Penggunaan Akuntansi. Makalah Teori Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. Riau : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.